MAKALAH KEWARGANEGARAAN
“Otonomi Daerah”
Dosen Pengampu : Dr. H.
Khamim Zarkasih Putro, M.Si
Disusun Oleh :
1. Nur Arifah (15430018)
2. Ellen Tinoko Ranti (15430019)
3.
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU RAUDLATHUL ATHFAL
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Otonomi Daerah” dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Dr. H.
Khamim Zarkasih Putro, M.Si selaku Dosen mata kuliah Kewarganegaraan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai ketrampilan menulis. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikandi masa depan.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai ketrampilan menulis. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikandi masa depan.
Yogyakarta, Desember 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indosesia yang terhimpun
dari bermacam – macam suku dan budaya dalam berbagai daerah dari Sabang hingga
Merauke yang memliki banyak perbedaan atas potensi Sumber Daya Alam dan Sumber
Daya Manusia yang timbul karena perbedaan letak geografis suatu daerah atau
latar belakang sejarah daerah tertentu, tentunya berbagai daerah
tersebut membutuhkan penerapan kebijakan daerah yang berbeda pula.
Dalam hal ini bangsa Indonesia kini telah berhasil membentuk kebijakan Otonomi
Daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk
mengatur daerahnya sendiri yang sesuai dengan karakter Sumber Daya Alam dan
Sumber Daya Manusia di daerahnya sendiri.
Kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan terhadap
pemerintah daerah tetap harus berpedoman pada undang – undang yang
berlaku secara nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada
pertentangan antara kebijakan hukum secara nasional dengan kebijakan hukum di
daerah. Adanya perbedaan diantaranya sangat dimungkinkan terjadi selama
perbedaan tersebut tidak bertentangan dengan undang – undang karena inti dari
konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan daerah yakni,
memaksimalkan hasil yang akan dicapai dan sekaligus menghindari kerumitan dan
hal – hal yang dapat menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian,
tuntutan masyarakat dapat terjawab secara nyata dengan penerapan otonomi daerah
yang luas dan kelangsungan pelayanan umum tidak diabaikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu otonomi daerah?
2. Apa saja prinsip dan tujuan otonomi daerah?
3. Dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
4. Tujuan otonomi daerah
5. Dampak pelaksanaan otonomi
daerah
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti
sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian
otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).
Beberapa pendapat
ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :
1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak
dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna
kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas
atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.
3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak
mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah
pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993)
bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di
bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah
pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwaotonomi
daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri
yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah
guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial tentang
fungsi-fungsi yang berbeda.
Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun (1979)
bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk
membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah.
Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberianotonomi
daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat
sesuai dengan kebutuhan setempat.
B. Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah
Otonomi daerah dan daerah otonom, biasa rancu
dipahami oleh masyarakat. Padahal sebagaimana pengertian otonomi daerah di
atas, jelas bahwa untuk menerapkan otonomi daerah harus memiliki wilayah dengan
batas administrasi pemerintahan yang jelas.
Daerah otonomi adalah wilayah administrasi
pemerintahan dan kependudukan yang dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian jenjang daerah otonom ada dua
bagian, walau titik berat pelaksanaan otonomi daerah dilimpahkan pada
pemerintah kabupaten/kota. Adapun daerah provinsi, berotonomi secara terbatas yakni
menyangkut koordinasi antar/lintas kabupaten/kota, serta kewenangan pusat yang
dilimpahkan pada provinsi, dan kewenangan kabupaten/kota yang belum mampu
dilaksanakan maka diambil alih oleh provinsi.
Secara konsepsional, jika dicermati berlakunya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dengan tidak adanya perubahan struktur
daerah otonom, maka memang masih lebih banyak ingin mengatur pemerintah daerah
baik provinsi maupun kabupaten/kota. Disisi lain, pemerintah kabupaten/kota
yang daerah otonomnya terbentuk hanya berdasarkan kesejahteraan pemerintahan,
maka akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan bertanggungjawab di masa
mendatang.
Dalam diktum menimbang huruf (b) Undang-undang
Nomor 22 tahun 1999, dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang
perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan dan keadilan serta mempertimbangkan potensi dan
keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22
tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali
kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama serta kewenangan-kewenangan bidang lainnya yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan otonomi
maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan
daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang
secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah.
Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa
perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan
kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah
dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta pemeliharaan hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar pemikiran di atas¸ maka prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah
dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan
memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan
keanekaragaman daerah yang terbatas.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi
luas, nyata dan bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh
diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah
provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan
kontibusi negara sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antar daerah.
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih
meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah
Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih
meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi
legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan
pemerintah daerah.
7. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada
daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk
melaksanakan kewenangan sebagai wakil daerah.
8. Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan,
tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan
daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta
sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung
jawabkan kepada yang menugaskannya.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah
adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah
dan pembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
C. DASAR HUKUM
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Dasar Hukum Otonomi Daerah berpijak pada dasar
Perundang-undangan yang kuat, yakni :
1. Undang-undang
Dasar. Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan
landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD
menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
2. Ketetapan
MPR-RI Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah :
Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan,
erta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3. Undang-Undang
Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas
Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong
untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas,
meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan
lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal
permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut
pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal.
Pokok-Pokok Pikiran Otonomi Daerah Isi dan jiwa yang terkandung
dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan
UU No. 22/1999 dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
1. Sistim
ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip pembagian kewenangan
berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Daerah
yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah
propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah
daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas
desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
3. Pembagian
daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom. Dengan demikian,
wilayah administrasi yang berada dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota dapat
dijadikan Daerah Otonom atau dihapus.
4. Kecamatan
yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai wilayah administrasi dalam
rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99 kedudukanya diubah menjadi perangkat
daerah Kabupaten atau daerah Kota.
D. TUJUAN
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Menurut Mardiasmo (Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah) adalah:
Untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dam memajukan perekonomian
daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal, yaitu:
· Meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
· Menciptakan
efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
· Memberdayakan
dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam
proses pembangunan.
Selanjutnya tujuan otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang
No 32 tahun 2004 pada dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk
memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan
rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata,
dinamis, dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan
bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan
memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal.
E. DAMPAK
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Dampak positif dalam bidang politik adalah sebagian besar keputusan
dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya
campur tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah
lebih aktif dalam mengelola daerahnya.
Tetapi, dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia
yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan
golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau
oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di
tingkat pusat.
Untuk mendukung jalannya pemerintahan di daerah, diperlukan dana
yang tidak sedikit. Akan tetapi, tidak semua daerah mampu mendanai sendiri
jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu, Pemerintah harus mampu membagi
adil dan merata hasil potensi masyarakat. Agar adil dan merata, diperlukan
aturan yang baku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar